Senin, 14 Januari 2013

Istanbul bisa disebut satu dari sekian banyak kota besar dan tua yang menyimpan sejarah panjang. Dilihat dari sudut sejarah, Kota Istanbul tidak saja tergolong unik, tapi juga merekam jejak tiga kekaisaran besar dunia. Istanbul secara berurutan pernah menjadi ibu kota kekaisaran Byzantium, Romawi, dan Usmani. Lebih dari itu, Istanbul, tak bisa ditepis, adalah kota legenda dunia, terletak di dua benua yang dibelah oleh Bosporus, selat indah yang memisahkan Eropa dan Asia antara Marmara dan Laut Hitam.

Keunikan Istanbul itulah yang mengundang minat John Freely, sebagai penulis buku perjalanan dan sejarah (di antaranya meliputi sejarah tentang Athena, Venesia, Turki, Yunani, dan Kekaisaran Ottoman), untuk melakukan "kajian mendalam" tentang kota itu, yang kemudian dituangkan dalam buku Istanbul: Kota Kekaisaran ini.

Maklum, sebagai kota tua, Istanbul menyimpan jejak kenangan sejarah kurang lebih 26 abad. Selama rentang waktu itu, Istanbul telah berkali-kali digulung prahara politik, yang kemudian diikuti dominasi status agama, bahasa, hingga pranata hukum.

Tetapi, kota tua itu tidak tergerus zaman. Dalam lintasan sejarah, dulu kota kekaisaran itu, yang dikenal dengan nama Byzantium, merupakan koloni Yunani. Dalam catatan Herodotus, Byzantium didirikan 17 tahun setelah pendirian Khalsedon. Banyak negara mengakui dan mengklaim memiliki peran penting dalam pendirian Byzantium.

Tetapi, sebagian besar sejarawan klasik dan modern berpendapat bahwa Megara adalah pendiri pertama Byzantium (hal 12). Dilihat dari sudut politik, Byzantium memiliki nilai strategis. Maklum, kota itu dikelilingi "karangan bunga air" di Selat Bosporus yang membelah Eropa dan Asia.

Tak salah bila kota itu jadi rebutan banyak penguasa, termasuk kekaisaran Romawi. Bahkan, kota itu diperkirakan oleh John Freely berusia 1.000 tahun saat Konstantin Agung menjadikannya ibu kota kekaisaran Romawi (pada 330 M). Sejak itu, Byzantium diubah menjadi Konstantinopel, Kota Konstantin Agung. Kendati demikian, beberapa orang menyebut kota itu dengan Stamboul, dan orang Yunani selalu menyebut Constantinopolis atau dalam bahasa Inggris sebagai Constantinople, dan dalam bahasa Indonesia sebagai Konstantinopel.

Setelah menjadi "ibu kota" kekaisaran Romawi, akhirnya pada 1453, bangsa Turki di bawah kepemimpinan Sultan Mehmet II merebutnya. Konstantionopel pun dijadikan ibu kota kekaisaran Usmani, dengan nama Istanbul. Pada 1923, kekaisaran Usmani berakhir setelah pendirian Turki modern. Ibu kota negara kemudian dipindah ke Ankara, dan Istanbul tak lagi menjadi ibu kota kekaisaran dunia walaupun pada tahun-tahun setelah itu tetap menjadi kota paling penting di Turki (hal 4-5).

Selama lebih kurang 2.600 tahun, Istanbul tidak saja memiliki sejarah panjang sebagai kota kekaisaran, tapi lebih dari itu, secara geografis, mengundang decak kagum pelancong karena keindahan yang luar biasa bagi peradaban dunia. Kota itu terletak di Selat Bosporus sehingga dikenal dengan "kota yang dikelilingi kalung air."

John Freely, penulis kelahiran New York pada 1926 ini, tidak menjadikan buku ini sebagai buku sejarah, tapi sebuah biografi Istanbul. Freely sendiri, pada 1960, memutuskan hijrah ke Istanbul untuk mengajar fisika di Bogazici University. Maka, dia pun bercerita banyak tentang keindahan Kota Istanbul dan kehidupan sosial penduduk sejak permukiman paling awal sampai sekarang.

Itulah keunikan, keindahan, dan karakter sejati Kota Istanbul. Lewat buku ini, Freely tak saja mengenalkan sejarah kota, tetapi seolah-olah menarik dengan kuat hati pembaca untuk tergerak mengunjungi Istanbul.
Diresensi N Mursidi, peneliti



http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/94535
Posted by Panji Teguh On 23.14 No comments

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

Hijri Date Converter


    Blogger news


    Get this widget!

    Blogroll

    Viewers